Kawan Kobi, kalau nulis essay cuma buat ngejar rapi dan formal, siap-siap tenggelam di antara ribuan berkas pelamar lain.
Lain cerita kalau kamu punya contoh essay Chevening yang bener-bener nyentuh hati. Essay Chevening yang memorable itu bikin reviewer merasa, “Orang ini beda”.
Nah, setelah ini kita bakal bongkar berbagai contoh dan tipsnya biar tulisanmu bisa sampai ke hati pembaca.
Ceritamu Udah Relevan atau Malah Muter-Muter Enggak Jelas?
Kawan Kobi, salah satu tantangan terbesar jadi Awardee Beasiswa Chevening tuh gimana bikin tulisan yang nyentuh hati para reviewers.
Banyak yang ngerasa udah nulis bagus, tapi kok tetap gagal? Nah, rahasianya ada di kemampuan ngasih emotional hook yang bikin mereka ngerasa “wah, orang ini beda”.
Contoh essay Chevening yang kuat biasanya punya cerita personal yang jujur, relevan, dan punya dampak emosional, bukan sekadar daftar prestasi.
Kalau cerita kamu bisa bikin reviewer berhenti sejenak dan mikir, peluang lolosnya bakal lebih besar, lho.
Masalahnya, banyak pelamar kejebak di jebakan “terlalu formal” atau “terlalu datar” sampai akhirnya essay-nya enggak ninggalin bekas di hati pembaca.
Padahal, kunci dari contoh essay Chevening yang sukses adalah keberanian buat bercerita sambil tetap fokus sama kriteria yang diminta.
Kawan Kobi, bayangin aja, ada ribuan orang yang nulis dengan format sama, reviewers tentu enggak akan ingat semua, yang diingat pasti hanya beberapa aja.
Nah, di sini ini MinBi bakal kupas habis berbagai contoh dari essay Chevening terbaru sekaligus strategi buat nulisnya!
Baca sampai tuntas, biar kamu enggak cuma ikut daftar, tapi juga bisa bikin reviewer jatuh hati sama ceritamu.
Baca Juga Artikel Ini: Chevening Scholarship 2025: Open Regis, Deadline, dan Syarat
Berbagai Contoh Essay Chevening Ini Bisa Bikin Kamu Lolos Jadi Udah Siap Belajar?
Kawan Kobi, ada perubahan nih! Kalau tahun lalu contoh essay Chevening maksimal 500 kata, sekarang cuma boleh 300 kata. Baca contohnya sekarang, sebelum ide kamu keburu mentok.
1. Leadership Experience
In 2021, my team at an Indonesian youth NGO faced a crisis: our flagship environmental campaign was on the verge of cancellation due to funding withdrawal just two weeks before launch.
As the project coordinator, I knew this setback could demoralise the team and erase months of work.
I immediately called for an emergency meeting, reassigned roles to focus on urgent fundraising, and leveraged my professional network to secure last-minute sponsorship from two local businesses.
Within 10 days, we rebuilt 80% of the budget and restructured the campaign into a hybrid event to cut costs without losing impact.
Over 500 participants from five provinces joined, and the campaign trended on social media for three consecutive days.
From this experience, I learned that leadership means balancing quick, decisive action with empathy for the team’s morale. It also taught me the value of resourcefulness, transforming limitations into opportunities.
Today, I approach leadership with a mindset that every obstacle can be reframed as a challenge to innovate.
This principle will guide me in contributing to the Chevening community, where diverse perspectives demand both agility and inclusivity in decision-making.
Kawan Kobi, ini esai udah “nendang” karena langsung mulai dengan situasi krisis, bikin pembaca penasaran sama ending-nya.
Poin aksinya jelas kayak ambil keputusan cepat, manfaatin network, dan ubah keterbatasan jadi peluang.
Ending-nya kasih lesson learned yang relevan ke Chevening yang inovasi + empati. Simpel tapi tajam, deh.
2. Relationship Building and Influence
In 2020, while working as a communications officer at a non-profit, I met a journalist covering our clean water project in rural East Java.
Our initial collaboration was purely professional, he needed accurate data, and I needed wider media coverage.
However, I recognised his deep passion for community stories and began involving him in site visits, allowing him to connect directly with beneficiaries.
This relationship became pivotal when, a year later, we needed national attention for a policy advocacy campaign.
He published a series of in-depth features that reached over two million readers and prompted a parliamentary hearing.
The trust we built was based on consistent communication, respect for his editorial independence, and delivering reliable, impactful stories.
To sustain this connection, we continue to collaborate on environmental awareness projects, even beyond my formal role.
This relationship has taught me that influence comes not from transactional interactions, but from mutual respect and shared vision.
Within the Chevening network, these skills will help me forge cross-sector partnerships that transcend borders and create lasting impact.
Nah, kalau yang ini, Kawan Kobi, asyiknya ada cerita hubungan yang berkembang dari profesional jadi kolaborasi strategis.
Enggak cuma bilang “punya networking skill”, tapi dibuktiin lewat dampak nyatanya, liputan nasional dan efek kebijakan.
Ada nuansa kepercayaan dan mutual respect yang pas banget sama nilai Chevening.
3. Course Choice and Global Challenge
My first choice is the MSc in Climate Change, Development, and Policy at the University of Sussex.
This programme aligns directly with the UK’s priority on tackling climate change and promoting sustainable development.
Indonesia, as the world’s largest archipelago, is uniquely vulnerable to rising sea levels, yet our climate policies often lack evidence-based implementation.
The University of Sussex offers cutting-edge modules on climate finance and adaptation strategies, taught by experts who have advised the UN and IPCC.
This knowledge will equip me to design scalable, community-based adaptation projects in coastal regions.
I chose Sussex because of its strong interdisciplinary approach, integrating policy, Economics, and Environmental Science, an essential combination for real-world impact.
Immediately after graduation, I plan to collaborate with the Indonesian Ministry of Environment and regional governments to pilot a coastal resilience framework, integrating local wisdom with global best practices.
My aim is to ensure that climate adaptation becomes not just a policy document, but a lived reality for vulnerable communities.
Duh, ini cakep karena langsung nyambungin course ke UK priority area plus masalah nyata di Indonesia.
Enggak cuma jelasin “kenapa pilih universitas”, tapi juga “kenapa universitas itu relevan” dan “apa yang akan dilakukan setelah lulus”.
Kawan Kobi, reviewer pasti suka sama rencana yang jelas, realistis, tapi visioner kayak gini.
4. Career Plan and Impact
In the medium term (3–5 years), I aim to become a policy advisor within Indonesia’s Ministry of National Development Planning, focusing on climate resilience and sustainable urban planning. This aligns with a key national challenge: balancing rapid economic growth with environmental preservation.
In the long term (10+ years), I envision leading a national task force that integrates climate adaptation into every sector, from infrastructure to education. The impact I seek is to reduce the number of Indonesians displaced by climate disasters by at least 30% within two decades.
The obstacles are clear, policy inertia, competing economic interests, and limited public awareness. I plan to overcome these through evidence-based advocacy, cross-sector collaboration, and continuous public engagement.
Being a Chevening Scholar will provide not only the academic tools but also a global network of change-makers who can amplify Indonesia’s voice in international climate negotiations.
Tuh, yang ini kuat karena nyusun timeline jelas kayak medium-term & long-term goals, plus masalah nasional yang mau diselesaikan. Tantangan dan solusi disebut gamblang, jadi pembaca bisa ngebayangin peran kamu di masa depan.
Kawan Kobi, ini bukan sekadar “mimpi besar”, tapi roadmap yang credible dan selaras banget sama misi Chevening.
Oke, contoh udah kamu simpen, inspirasinya udah di kantong. Lanjut kita bahas rahasia nulisnya biar hasilnya maksimal
Baca Juga Artikel Ini: 8 Contoh Essay Beasiswa Chevening, Serta 7 Tips Nulisnya!
Yakin Udah Jawab Semua Poin di Pertanyaan Chevening Tanpa Kelihatan Kaku?
Kawan Kobi, nulis esai Chevening itu bukan sekadar rapi dan formal, tapi soal bikin reviewer inget sama kamu.
Duh, sayang banget kalau udah capek nulis tapi hasilnya cuma lewat begitu aja. Yuk, kita bongkar tips nulis yang bikin ceritamu klik di kepala reviewer.
1. Kenali Format Baru Sebelum Nulis
Nah, Kawan Kobi, tahun ini ada perubahan besar, dari 500 kata jadi 300 kata per esai.
Artinya, enggak ada ruang buat muter-muter atau masukin cerita yang enggak relevan. Baca lagi tiap poin pertanyaan biar enggak ada yang kelewat, ya.
Jangan sampai udah nulis panjang-panjang, tapi malah nggak jawab inti pertanyaannya, duh rugi banget. Fokus di satu cerita yang paling kuat buat jawab tiap pertanyaan.
Pilih momen yang bener-bener nunjukin kualitas kamu, bukan semua pencapaian sekaligus. Ingat, yang dibaca itu esensinya, bukan panjangnya.
2. Bikin Cerita Yang Nempel di Kepala Reviewer
Kawan Kobi, reviewer itu baca ratusan esai, jadi kalau ceritamu standar-standar aja, ya lewat begitu aja.
Gunakan cerita personal yang punya unsur “wow” atau “wah, aku inget nih orang”. Masukin detail yang bikin pembaca kebayang suasananya, tapi jangan kebanyakan bumbu.
Cukup kasih 1–2 momen kunci yang bikin kisahmu hidup. Kalau bisa bikin reviewer berhenti sejenak, berarti kamu udah menang setengah jalan.
Ingat, cerita yang nyangkut di kepala lebih berharga daripada daftar prestasi panjang.
3. Jawab Semua Poin Tanpa Kelihatan Kaku
Duh, sering banget nih, Kawan Kobi, orang cuma jawab sebagian poin dari pertanyaan.
Padahal Chevening udah kasih guideline jelas. Susun jawabanmu dengan alur yang enak dibaca tapi tetap ngejawab semua sub-pertanyaan.
Enggak harus kaku banget kayak daftar poin, bisa disisipkan di cerita. Misalnya, kamu jawab konteks, tindakan, hasil, dan pelajaran hidup dalam satu alur.
Dengan begitu, pembaca nggak merasa kayak baca template. Mereka akan lihat kamu paham instruksi tapi tetap punya gaya sendiri.
4. Tunjukkan Bukan Cuma Ceritakan
Kawan Kobi, ada bedanya lho antara bilang “Saya pemimpin yang baik” sama nunjukin lewat aksi.
Pake contoh nyata yang memperlihatkan kamu memimpin, memengaruhi, atau membangun relasi.
Ceritakan situasinya, tantangannya, dan bagaimana kamu menghadapinya. Gunakan kata kerja aktif biar kesannya hidup, kayak “menginisiasi”, “menggerakkan”, atau “memecahkan”.
Kalau cuma klaim tanpa bukti, ya hambar rasanya. Ingat, reviewer mau liat bukti nyata, bukan janji kosong.
5. Sesuaikan Cerita Sama Nilai Chevening
Nah, ini yang suka dilupain, Kawan Kobi. Beasiswanya punya nilai-nilai inti kayak kepemimpinan, pengaruh, networking, dan kontribusi ke negara asal.
Pastikan tiap contohmu nyambung ke salah satu nilai itu. Kalau enggak, ceritamu cuma jadi pengalaman pribadi tanpa arah.
Misalnya, kalau ngomong soal networking, tunjukin gimana hubungan itu berdampak ke proyek atau komunitas. Biar reviewer lihat kamu ngerti “visi besar” mereka.
Jadi, bukan sekadar cerita sukses pribadi aja, deh.
6. Latih “300 Kata” Jadi Tulisan Padat dan Nancep
Kawan Kobi, menulis 300 kata itu tantangan, harus padat tapi nggak bikin pembaca ngos-ngosan.
Caranya, tulis dulu versi panjangnya, baru edit buang yang nggak penting. Setiap kalimat harus punya fungsi, jawab pertanyaan, bikin emosi, atau kasih bukti.
Hindari kalimat manis yang nggak ada isinya, ya. Kadang, 1 kalimat kuat lebih nancep daripada 3 kalimat muter-muter. Biar efisien, latihan nulis pakai timer juga oke, lho.
7. Bikin Pembuka dan Penutup Yang Kuat
Kawan Kobi, pembuka itu kayak kesan pertama, penutup itu kayak salam perpisahan.
Kalau dua-duanya lemah, ceritamu gampang dilupain. Gunakan pembuka yang langsung bikin penasaran, misalnya “Hari itu, saya sendirian di ruang rapat besar…” atau “Saat semua menyerah, saya malah mulai bergerak”.
Di penutup, kaitkan kembali ke pertanyaan dan beri kesan bahwa perjalananmu masih berlanjut. Bikin reviewer ngerasa, “Orang ini harus lolos!”
8. Uji ke Orang Lain Sebelum Submit
Kawan Kobi, jangan langsung pede kirim sebelum di tes dulu.
Bacakan esaimu ke orang yang ngerti beasiswa itu atau minimal teman yang jujur kasih masukan.
Lihat apakah mereka ngerti alur ceritanya, nyentuh hati, dan sesuai kriteria. Kadang kita ngerasa udah jelas, tapi orang lain malah bingung.
Masukan dari luar bisa nyelametin kamu dari kesalahan fatal. Dan ya, proses revisi itu memang bikin pegel, tapi hasilnya bisa ngubah nasib.
Baca Juga Artikel Ini: 15 Langkah Riset Beasiswa Luar Negeri, Sukses S1 Study Abroad!
Jadi, udah kebayang kan gimana bikin esai yang bikin reviewer melirik dua kali?
Nah, follow @kobieducation biar tiap strategi baru langsung nyampe ke kamu. Jangan lupa join Telegram Kobi, biar info studi ke UK-nya makin komplit.
Yakin Enggak Perlu Latihan Writing Serius Buat Bikin Essay Chevening yang Nancep?
Kawan Kobi, intinya nulis essay Chevening itu bukan cuma soal jawab pertanyaan doang, tapi gimana kamu bisa bikin cerita yang hidup, nyantol di hati reviewer, dan nunjukin kamu memang orang yang layak.
Duh, sayang banget kalau ide dan pengalaman kerennya udah ada, tapi cara nyampainya masih datar.
Kan enggak mau tuh, kerja keras berbulan-bulan ilang cuma gara-gara tulisannya kurang nyentuh!?
Makanya, penting banget ngelatih cara nulis yang tajam, jujur, dan tetap relevan sama poin-poin Chevening.
Nah, Kawan Kobi, inget ya… biar esai kamu maksimal, kemampuan writing itu harus digarap serius dari sekarang.
Di IELTS Master Class, semua skill Inggris kamu bakal dimaksimalkan, listening, reading, speaking, dan terutama writing.
Karena writing itu nyawanya esai. Bayangin, udah ide keren, tapi nyampenya lempeng aja.
Reviewer lewat, peluang ilang. Kalau bisa bikin tulisan yang nyentuh, kenapa settle sama yang biasa?
Jadi, bukan cuma tulisannya aja, tapi juga cara nyusun ide, bikin argumen, dan nulis dengan emotional hook ala Awardee.
Bayangin, 3 bulan kejar skor IELTS 6.5+ secara intensif, plus dapet scholarship preparation program gratis dan konsultasi persiapan beasiswa 1 bulan full via chat.
Nah, lengkap banget kan Kawan Kobi? Nulisnya jago, skornya aman, peluang beasiswa pun melesat!
Dari sekarang, upgrade writing-mu biar makin dekat ke UK bersama Kobi!